Perang dengan Sang Kaca
Konon, perang yang paling sulit dilakukan adalah perang melawan diri sendiri. berhadapan dengan orang lain, dengan mudahnya kita dapat merasa sebagai si yang paling benar. beribu celah dapat kita temukan dan kemudian jadikan sebagai alasan. bagaimana jika si orang lain adalah pribadi yang sama persis dengan yang dianggap si paling benar. ya..kita sendiri.. layaknya berperang dengan sang kaca. dia yang pemikirannya serupa dengan pikirku, dia yang wujudnya sama dengan wujudku, dia...batin yang sama dengan batinku. ketika terpikirkan sebuah alasan sebagai pembenaran, detik itu pula muncul sebuah sanggahan dari sisi lain benda yang sama. ketika terlintas pemikiran yang menghasilkan sebuah kenyamanan, seketika itu pun muncul ketakutan dari si lawan yang tau persis sebab-akibatnya. dan ketika terangkum sebuah harapan, pada saat yang sama ia berhasil dipupuskan oleh si lawan. Ah, betapa lelah berperang melawan sang kaca. ketika hatiku berharap mendapatkan hasil positif dari sebuah usaha yang kulakukan diwaktu yang lalu, otakku dengan mudahnya memberikan sanggahan. karena ia disana waktu itu, ia menyaksikan dan mendengarkan semuanya, kegagalanku... hingga dapat membuat suatu kesimpulan yang berbeda.
ketika bibirku tersenyum atas kebahagiaan yang diberikan oleh sebuah sentuhan, hatiku memudarkan senyum itu dalam sekejap. karena ia disana waktu itu, ia merasakan dan bersama mataku ia melihat bahwa hati sumber kebahagiaanku itu adalah milik orang lain.
Ya... lelah memang berperang melawang sang kaca. Aku takkan pernah menang
<< Home